Elon Musk Kembali Gugat OpenAI, AI, dan Keamanan Digital Jadi Sorotan
Pada awal tahun 2024, Elon Musk kembali menghebohkan publik dengan mengajukan gugatan hukum terhadap perusahaan OpenAI. Gugatan ini menyoroti tuduhan bahwa OpenAI lebih fokus mengejar keuntungan dibandingkan memikirkan kepentingan kemanusiaan. Ini bukan pertama kalinya Musk menggugat perusahaan yang dulu turut ia dirikan tersebut.
Gugatan serupa pernah diajukan pada Februari 2024 terhadap para pendiri OpenAI. Namun pada bulan Juni, Musk sempat menarik gugatannya. Menariknya, pada bulan Maret sebelumnya, OpenAI sempat merilis sebuah pernyataan melalui blog yang menyertakan email dari Musk, yang menyatakan bahwa "tidak masalah jika memikirkan uang juga."
Kemudian, tidak lama setelah peluncuran Grock 2—AI generasi terbaru dari Musk—di bulan Agustus 2024, Musk kembali melayangkan gugatan. Kali ini, ia mengklaim membawa bukti dan tuntutan yang lebih kuat, terutama terkait data dan etika pengembangan AI.
Kontroversi AI: Grock 2 dan Fitur Sensitif
Grock 2 memunculkan banyak kontroversi karena kemampuannya menghasilkan gambar telanjang melalui fitur bernama Nudify. Fitur ini memungkinkan pengguna untuk mengubah gambar perempuan menjadi versi tanpa busana. Popularitasnya meledak, tercatat lebih dari 24 juta pengunjung mengakses platform tersebut menurut laporan dari perusahaan analisis sosial Grafika.
Namun, keberadaan fitur ini memicu kritik keras. Iklan Nudify sempat tersebar di platform seperti X, Reddit, dan TikTok. Pihak Reddit dan TikTok bertindak cepat dengan menghapus iklan dan kata kunci terkait. Di sisi lain, Elon Musk memilih bungkam atas isu ini, meskipun keterkaitan dengan Grock 2 sangat jelas.
Sayangnya, hingga saat ini belum ada regulasi eksplisit yang secara tegas melarang konten pornografi berbasis AI atau pembuatan video palsu (deepfake). Isu ini memicu kekhawatiran global akan penyalahgunaan teknologi AI untuk konten yang tidak etis.
Flux AI: Penantang Baru dari Jerman
Di tengah ramainya kontroversi AI, perusahaan Black Forest Lab asal Jerman memperkenalkan Flux AI, generator teks-ke-gambar realistis yang menantang dominasi Adobe Firefly dan Stable Diffusion. Flux AI hadir dalam tiga versi: Flux Pro, Flux Dev, dan Flux Senel. Kelebihannya terletak pada kemampuannya memahami prompt dengan lebih baik dan bekerja secara lokal di komputer pengguna.
Menurut laporan dari Ars Technica, file instalasi Flux AI mencapai 23 GB dan membutuhkan minimal 12 GB VRAM untuk dijalankan dengan lancar. AI ini menawarkan keunggulan dalam menghasilkan gambar yang mendekati kualitas fotografi nyata, bahkan diklaim bisa menyaingi model AI dari perusahaan besar lainnya.
iPhone 16 Bocor, Google Pixel Dikecam
Menuju peluncuran iPhone 16 pada September 2024, bocoran desain dari Sony Dixon mengungkap warna baru—bronze—yang menggantikan titanium biru di iPhone 15 Pro. Meskipun desain masih serupa dengan pendahulunya, Apple dikabarkan akan mengintegrasikan fitur AI berbasis ChatGPT dari OpenAI, langkah yang sempat dikritik oleh Google karena bergantung pada pihak ketiga.
Google sendiri menghadapi kritik terkait program promosi Pixel 9. Influencer yang ingin bergabung dalam program tersebut harus mematuhi sejumlah aturan ketat, termasuk larangan membandingkan produk pesaing secara terbuka. Bocoran perjanjian kolaborasi ini memicu protes dan sejumlah kreator konten memilih mundur demi menjaga reputasi mereka.
Huawei Hadirkan Smartphone Lipat 3 Layar
Dari bocoran terbaru, CEO Huawei terlihat memegang ponsel lipat dengan tiga layar, mirip dengan konsep Flex S milik Samsung yang diperkenalkan pada CES 2022. Ponsel ini bisa dibuka menjadi tablet berukuran 10 inci, menunjukkan bahwa tren layar lipat terus berkembang di pasar gadget global.
Hadiah Fantastis dari Samsung untuk Para Hacker
Samsung menawarkan hadiah hingga Rp6 miliar melalui program Samsung Mobile Security bagi siapa saja yang bisa menemukan celah keamanan kritis. Targetnya termasuk eksekusi kode arbitrer, pembobolan sistem, dan penginstalan aplikasi tanpa izin. Samsung juga menjalankan program bug bounty untuk mendorong keamanan siber lebih baik.
Ancaman Siber dari Korea Utara
Pada pertengahan 2024, Microsoft mengungkap bahwa enam celah keamanan di Windows 11 berhasil dieksploitasi oleh kelompok hacker dari Korea Utara. Mereka mampu mengakses data penting dan menginstal aplikasi tanpa izin. Kelompok yang diduga terlibat adalah APT 38, bagian dari grup Lazarus, yang terkenal karena sejumlah serangan besar seperti peretasan Sony Pictures dan pencurian miliaran dolar dari bursa kripto.
Untungnya, insiden terakhir tidak melibatkan Lazarus secara langsung. Meski begitu, ancaman terhadap sistem keamanan global dari negara seperti Korea Utara menjadi perhatian serius dunia digital saat ini.
Artikel ini diperbarui pada April 2025
Post a Comment